******HIDUP ADALAH UNTUK IBADAH ********JADIKAN SELURUH AKTIVITAS HIDUPMU UNTUK MENCAPAI KEBAHAGIAAN DUNIA AKHIRAT *********JALAN YANG LURUS ***********yaitu jalan orang-orang yang telah Allah berikan nikmat, bukan jalan yang dimurkai Allah dan juga bukan jalan yang sesat.

Selasa, 25 Januari 2011

PP NO 53 TAHUN 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil







PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 53 TAHUN 2010 
TENTANG 
DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL 
  
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 


Menimbang : 
a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan; 
b. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang 
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 


Mengingat : 
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar  Negara  Republik Indonesia Tahun 1945; 
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik 
Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) 
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik 
Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);  



MEMUTUSKAN: 


Menetapkan :


 PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL. 

BAB I 
KETENTUAN UMUM 

Pasal 1 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 
1. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan 
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati ataudilanggar dijatuhi hukuman disiplin. 
2. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNSadalah PNS Pusat dan PNS Daerah. 
3. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan,atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban 
dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. 
4. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS. 
5. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi, dan Pejabat 
Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur wewenang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS. 
6. Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya berupa keberatan atau banding administratif. 
7. Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum. 
8. Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. 


Pasal 2 
Ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi calon PNS. 

BAB II 
KEWAJIBAN DAN LARANGAN 

Bagian Kesatu  
Kewajiban

Pasal 3 

Setiap PNS wajib: 
1. mengucapkan sumpah/janji PNS; 
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan; 
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah; 
4. menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan; 
5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, 
dan tanggung jawab; 
6. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS; 
7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan; 
8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan; 
9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara; 
10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil; 
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; 
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan; 
13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya; 
14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat; 
15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas; 
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan 
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. 


Bagian Kedua 
Larangan 

Pasal 4 
Setiap PNS dilarang: 
1. menyalahgunakan wewenang;  
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan 
kewenangan orang lain; 
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional; 
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing; 
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah; 
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; 
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak 
langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan; 
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya; 
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;  
10. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; 
11. menghalangi berjalannya tugas kedinasan; 
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:  
a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye; 
b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; 
c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau 
d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; 
13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:   
a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau 
b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; 
14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundangundangan; dan  
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: 
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;  
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;  
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau   
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. 




BAB III 
HUKUMAN DISIPLIN 

Bagian Kesatu 
Umum 

Pasal 5 

PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin. 


Pasal 6 

Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS yang 
melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin. 




Bagian Kedua 
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin

Pasal 7 

(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:   
a. hukuman disiplin ringan; 
b. hukuman disiplin sedang; dan 
c. hukuman disiplin berat. 
(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: 
a. teguran lisan; 
b. teguran tertulis; dan 
c. pernyataan tidak puas secara tertulis. 
(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari: 
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; 
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan 
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.  
(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari: 
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;  
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;  
c. pembebasan dari jabatan; 
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan 
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. 




Bagian Ketiga 
Pelanggaran dan Jenis Hukuman 

Paragraf 1 
Pelanggaran Terhadap Kewajiban

Pasal 8 

Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap 
kewajiban:  
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja; 
2. menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja; 
3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, 
dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;  
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja; 
5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja; 
6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja; 
7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja;  
8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja; 
9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:  
a. teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja; 
b. teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 (enam) 
sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja; dan 
c. pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas) sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja; 
10. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja; 
11. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 
angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 
12. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, 
apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;  
13. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 3 angka 16, apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja; dan 
14. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 3 angka 17, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.  


Pasal 9 

Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap 
kewajiban:  
1. mengucapkan sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 1, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah;  
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 2, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah; 
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan; 
4. menaati segala peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansiyang bersangkutan; 
5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, 
dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran berdampak 
negatif bagi instansi yang bersangkutan;  
6. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansi yang bersangkutan;   
7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada 
instansi yang bersangkutan; 
8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 8,apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;   
9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9, apabila pelanggaran berdampak negatif bagi instansiyang bersangkutan; 
10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan; 
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:  
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja; 
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 (dua puluh satu) sampai dengan 25 (dua puluh lima) hari kerja; dan 
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 (dua puluh enam) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja; 
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, 
apabila pencapaian sasaran kerja pada akhir tahun hanya mencapai 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen);
13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan; 
14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 
angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 
15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 15, 
apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja; 
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 3 angka 16, apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja; dan 
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 3 angka 17, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan. 

Pasal 10 


Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap 
kewajiban:  
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 3 angka 3, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara; 
2. menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 4, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara; 
3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, 
dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 5, apabila pelanggaran berdampak 
negatif pada pemerintah dan/atau negara;  
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;   
5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 7, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara; 
6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 8, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara; 
7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 9, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;  
8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara; 
9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa:  
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja; 
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari kerja; 
c. pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 (empat puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja; dan 
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih; 
10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 12, 
apabila pencapaian sasaran kerja pegawai pada akhir tahun kurang dari 25% (dua puluh lima persen); 
11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 13, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;  
12. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 14, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 
13. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 3 angka 17, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara.  

Paragraf 2 
Pelanggaran Terhadap Larangan
Pasal 11 

Hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap 
larangan:  
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, 
menyewakan, atau meminjamkan barang-barang  
baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau 
surat berharga milik negara, secara tidak sah 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, 
apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit 
kerja; 
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman 
sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun 
di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk 
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang 
secara langsung atau tidak langsung merugikan 
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 
6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit 
kerja; 
3. bertindak . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 18 - 
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, 
apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak 
sengaja; 
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan 
suatu tindakan yang dapat menghalangi atau 
mempersulit salah satu pihak yang dilayani 
sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, 
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan 
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, 
apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit 
kerja. 
Pasal 12 
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap 
larangan:  
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, 
menyewakan, atau meminjamkan barang-barang 
baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau 
surat berharga milik negara secara tidak sah 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, 
apabila pelanggaran berdampak negatif pada 
instansi yang bersangkutan; 
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman 
sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun 
di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk 
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan 
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 
6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada 
instansi yang bersangkutan;  
3. bertindak . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 19 - 
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 9, 
apabila pelanggaran dilakukan dengan sengaja; 
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan 
suatu tindakan yang dapat menghalangi atau 
mempersulit salah satu pihak yang dilayani 
sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, 
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; 
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, 
apabila pelanggaran berdampak negatif bagi 
instansi; 
6. memberikan dukungan kepada calon 
Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, 
Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan 
Rakyat Daerah dengan cara ikut serta sebagai 
pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye 
dengan menggunakan atribut partai atau atribut 
PNS, sebagai peserta kampanye dengan 
mengerahkan PNS lain, sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 4 angka 12 huruf a, huruf b, dan huruf 
c; 
7. memberikan dukungan kepada calon 
Presiden/Wakil Presiden dengan cara mengadakan 
kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan 
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta 
pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa 
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, 
seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam 
lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan 
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 
angka 13 huruf b;  
8. memberikan . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 20 - 
8. memberikan dukungan kepada calon anggota 
Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala 
Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara 
memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu 
Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda 
Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 14; 
dan 
9. memberikan dukungan kepada calon Kepala 
Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara terlibat 
dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon 
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta 
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada 
keberpihakan terhadap pasangan calon yang 
menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan 
sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, 
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang 
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, 
anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf a dan 
huruf d.  
Pasal 13 
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap 
larangan: 
1. menyalahgunakan wewenang sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 4 angka 1; 
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan 
pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan 
kewenangan orang lain sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 4 angka 2;  
3. tanpa . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 21 - 
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja 
untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi 
internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 
angka 3; 
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, 
atau lembaga swadaya masyarakat asing 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 4;  
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, 
menyewakan, atau meminjamkan barang-barang 
baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau 
surat berharga milik negara secara tidak sah 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, 
apabila pelanggaran berdampak negatif pada 
pemerintah dan/atau negara; 
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman 
sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun 
di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk 
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan 
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 
6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada 
pemerintah dan/atau negara; 
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu 
kepada siapapun baik secara langsung atau tidak 
langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat 
dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal  
4 angka 7; 
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja 
dari siapapun juga yang berhubungan dengan 
jabatan dan/atau pekerjaannya sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 4 angka 8; 
9. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan 
suatu tindakan yang dapat menghalangi atau 
mempersulit salah satu pihak yang dilayani 
sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 10, 
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; 
10. menghalangi . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 22 - 
10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 11, 
apabila pelanggaran berdampak negatif pada 
pemerintah dan/atau negara; 
11. memberikan dukungan kepada calon 
Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, 
Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan 
Rakyat Daerah dengan cara sebagai peserta 
kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 
huruf d; 
12. memberikan dukungan kepada calon 
Presiden/Wakil Presiden dengan cara membuat 
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan 
atau merugikan salah satu pasangan calon selama 
masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 4 angka 13 huruf a; dan 
13. memberikan dukungan kepada calon Kepala 
Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara 
menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan 
dalam kegiatan kampanye dan/atau membuat 
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan 
atau merugikan salah satu pasangan calon selama 
masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 4 angka 15 huruf b dan huruf c.  
Pasal 14 
Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan 
menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 8 angka 9, Pasal 9 angka 11, dan Pasal 10 
angka 9 dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir 
tahun berjalan. 
Bagian Keempat . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 23 - 
Bagian Keempat 
Pejabat yang Berwenang Menghukum 
Pasal 15 
(1) Presiden menetapkan penjatuhan hukuman disiplin 
bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon 
I dan jabatan lain yang pengangkatan dan 
pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden 
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b, huruf c, 
huruf d, dan huruf e. 
(2) Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan 
usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian. 
Pasal 16 
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat  menetapkan 
penjatuhan hukuman disiplin bagi:                                     
a. PNS  yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon I di lingkungannya  
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a; 
2. fungsional tertentu jenjang Utama di 
lingkungannya untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);  
3. fungsional umum golongan ruang IV/d 
dan golongan ruang IV/e di lingkungannya 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, 
dan huruf e; 
4. struktural . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 24 - 
4. struktural eselon II dan fungsional 
tertentu jenjang Madya dan Penyelia di 
lingkungannya untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4);  
5. struktural eselon II di lingkungan instansi 
vertikal dan pejabat yang setara yang 
berada di bawah dan bertanggungjawab 
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2), ayat (3), dan ayat (4); 
6. fungsional umum golongan ruang IV/a 
sampai dengan golongan ruang IV/c di 
lingkungannya untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf 
d, dan huruf e; 
7. struktural eselon III ke bawah, fungsional 
tertentu jenjang Muda dan Penyelia ke 
bawah di lingkungannya untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4); 
dan 
8. fungsional umum golongan ruang III/d ke 
bawah di lingkungannya untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) 
huruf a, huruf d, dan huruf e. 
b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang 
menduduki jabatan: 
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2);  
2.  fungsional . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 25 - 
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat 
(4) huruf b dan huruf c; 
3. fungsional umum golongan ruang IV/d 
dan golongan ruang IV/e untuk jenis 
hukuman disiplin  sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
4. struktural eselon II ke bawah dan 
fungsional tertentu jenjang Madya dan 
Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c; 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) 
huruf a; 
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud  dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), 
dan  ayat (4) huruf a,  huruf b, dan huruf 
c; 
3. fungsional umum golongan ruang IV/d 
dan golongan ruang IV/e untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat 
(4) huruf a; 
4. struktural eselon II dan fungsional 
tertentu jenjang Madya untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf 
a, huruf b, dan huruf c; 
5. fungsional . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 26 - 
5. fungsional umum golongan ruang IV/a 
sampai dengan golongan ruang IV/c untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat 
(4) huruf a;  
6. struktural eselon III ke bawah dan 
fungsional tertentu jenjang Muda dan 
Penyelia ke bawah untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf 
a, huruf b, dan huruf c; dan 
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke 
bawah untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) huruf c dan ayat (4) huruf a; 
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi 
induknya yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;  
2. struktural eselon II ke bawah dan 
fungsional tertentu jenjang Utama ke 
bawah untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan 
huruf e; dan 
3. fungsional umum golongan ruang IV/e ke 
bawah untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan 
huruf e; 
e. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 27 - 
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi 
induknya yang menduduki jabatan struktural 
eselon II ke bawah, jabatan fungsional tertentu 
jenjang Utama ke bawah, dan jabatan 
fungsional umum golongan ruang IV/e ke 
bawah, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) 
huruf d dan huruf e; 
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan 
pada Perwakilan Republik Indonesia di luar 
negeri, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat  (3) 
dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan 
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan 
pada negara lain atau badan internasional, 
atau tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, 
dan huruf e. 
(2) Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang setara
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan:  
1. struktural eselon II, fungsional tertentu 
jenjang Madya, dan fungsional umum 
golongan ruang IV/a sampai dengan 
golongan ruang IV/c di lingkungannya, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7  
ayat (2); dan 
2. struktural eselon III, fungsional tertentu 
jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional 
umum golongan ruang III/b sampai 
dengan III/d di lingkungannya, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a 
dan huruf b; 
b. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 28 - 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon II, jabatan fungsional tertentu 
jenjang Madya, dan jabatan fungsional umum 
golongan ruang IV/a sampai dengan golongan 
ruang IV/c untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); 
dan 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan struktural eselon III, 
jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan 
Penyelia, dan jabatan fungsional umum 
golongan ruang III/b sampai dengan golongan 
ruang III/d untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) 
huruf a dan huruf b. 
(3) Pejabat struktural eselon II dan pejabat yang setara 
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon III, fungsional tertentu 
jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional 
umum golongan ruang III/c dan golongan 
ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu 
jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, 
dan fungsional umum golongan ruang II/c 
sampai dengan golongan ruang III/b di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b; 
b. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 29 - 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon III, jabatan fungsional 
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan 
jabatan fungsional umum golongan ruang III/c 
dan golongan ruang III/d untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
ayat (2); dan 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan struktural eselon IV,  
jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama 
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan 
fungsional umum golongan ruang II/c sampai 
dengan golongan ruang III/b untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b. 
(4) Pejabat struktural eselon II yang atasan 
langsungnya: 
a. Pejabat Pembina Kepegawaian; dan 
b. Pejabat struktural eselon I yang bukan Pejabat 
Pembina Kepegawaian,  
selain menetapkan penjatuhan hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga 
berwenang menetapkan penjatuhan hukuman 
disiplin bagi PNS yang menduduki jabatan 
struktural eselon IV ke bawah, jabatan fungsional 
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, 
dan jabatan fungsional umum golongan ruang III/d 
ke bawah di lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) huruf c. 
(5) Pejabat . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 30 - 
(5) Pejabat struktural eselon III dan pejabat yang setara 
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu 
jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, 
dan fungsional umum golongan ruang II/c 
sampai dengan golongan ruang III/b di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2); dan 
2. struktural eselon V, fungsional tertentu 
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, 
dan fungsional umum golongan ruang II/a 
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) huruf a dan huruf b; 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon IV, jabatan fungsional 
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana 
Lanjutan, dan jabatan fungsional umum 
golongan ruang II/c sampai dengan golongan 
ruang III/b untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); 
dan 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan struktural eselon V, 
jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana 
dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional 
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang 
II/b untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) 
huruf a dan huruf b. 
(6) Pejabat . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 31 - 
(6) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara 
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon V, fungsional tertentu 
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, 
dan fungsional umum golongan ruang II/a 
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2); dan 
2. fungsional umum golongan ruang I/a 
sampai dengan golongan ruang I/d untuk 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf 
b; 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu 
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan 
jabatan fungsional umum golongan ruang II/a 
dan golongan ruang II/b untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
ayat (2); dan 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan fungsional umum 
golongan ruang I/a sampai dengan golongan 
ruang I/d untuk hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) 
huruf a dan huruf b. 
(7) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional 
umum golongan ruang I/a sampai dengan 
golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan  
b. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 32 - 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
fungsional umum golongan ruang I/a sampai 
dengan golongan ruang I/d untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2). 
Pasal 17 
Kepala Perwakilan Republik Indonesia menetapkan 
penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS yang 
dipekerjakan atau diperbantukan pada Perwakilan 
Republik Indonesia di luar negeri untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) 
dan ayat (4) huruf b dan huruf c.  
Pasal 18 
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi 
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS  Daerah Provinsi yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon I di lingkungannya  
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a; 
2. fungsional tertentu jenjang Utama di 
lingkungannya untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); 
3. fungsional umum golongan ruang IV/d 
dan golongan ruang IV/e di lingkungannya 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d, 
dan huruf e; 
4. struktural . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 33 - 
4. struktural eselon II dan fungsional 
tertentu jenjang Madya dan Penyelia di 
lingkungannya untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4); 
5. fungsional umum golongan ruang IV/a 
sampai dengan golongan ruang IV/c di 
lingkungannya untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf 
d, dan huruf e; 
6. struktural eselon III ke bawah, fungsional 
tertentu jenjang Muda dan Penyelia ke 
bawah di lingkungannya untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4); 
dan 
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke 
bawah di lingkungannya, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) 
huruf a, huruf d, dan huruf e; 
b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang 
menduduki jabatan: 
1. struktural eselon I untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2);  
2. fungsional tertentu jenjang Utama untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat 
(4) huruf b dan huruf c; 
3. fungsional . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 34 - 
3. fungsional umum golongan ruang IV/d 
dan golongan ruang IV/e untuk jenis 
hukuman disiplin  sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
4. struktural eselon II ke bawah dan 
fungsional tertentu jenjang Madya dan 
Penyelia  ke bawah untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c; 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon I, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) 
huruf a; 
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud  dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), 
dan  ayat (4) huruf a,  huruf b, dan huruf 
c; 
3. fungsional umum golongan ruang IV/d 
dan golongan ruang IV/e, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat 
(4) huruf a; 
4. struktural eselon II dan fungsional 
tertentu jenjang Madya, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf 
a, huruf b, dan huruf c;  
5. fungsional umum golongan ruang IV/a 
sampai dengan golongan ruang IV/c, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) dan ayat (4) huruf a;  
6. struktural . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 35 - 
6. struktural eselon III ke bawah dan 
fungsional tertentu jenjang Muda dan 
Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf 
a, huruf b, dan huruf c; dan 
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke 
bawah, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) huruf c dan ayat (4) huruf a; 
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi 
induknya yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon I, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a;  
2. struktural eselon II ke bawah dan 
fungsional tertentu jenjang Utama ke 
bawah, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan 
huruf e; dan 
3. fungsional umum golongan ruang IV/e ke 
bawah, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan 
huruf e; 
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi 
induknya yang menduduki jabatan struktural 
eselon II ke bawah, jabatan fungsional tertentu 
jenjang Utama ke bawah, dan jabatan 
fungsional umum golongan ruang IV/e ke 
bawah, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) 
huruf d dan huruf e; 
f. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 36 - 
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan 
pada Perwakilan Republik Indonesia di luar 
negeri, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat  (3) 
dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan 
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan 
pada negara lain atau badan internasional, 
atau tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
ayat  (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e. 
(2) Pejabat struktural eselon I menetapkan penjatuhan 
hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan:  
1. struktural eselon II, fungsional tertentu 
jenjang Madya, dan fungsional umum 
golongan ruang IV/a sampai dengan 
golongan ruang IV/c di lingkungannya, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2); dan 
2. struktural eselon III, fungsional tertentu 
jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional 
umum golongan ruang III/b sampai 
dengan III/d di lingkungannya, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a 
dan huruf b; 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon II, jabatan fungsional tertentu 
jenjang Madya, dan jabatan fungsional umum 
golongan ruang IV/a sampai dengan golongan 
ruang IV/c, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); 
dan 
c. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 37 - 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan struktural eselon III, 
jabatan fungsional tertentu jenjang Muda dan 
Penyelia, dan jabatan fungsional umum  
golongan ruang III/b sampai dengan golongan 
ruang III/d, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) 
huruf a dan huruf b. 
(3) Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan 
hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon III, fungsional tertentu 
jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional 
umum golongan ruang III/c dan golongan 
ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
2. struktural eselon IV, fungsional tertentu 
jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, 
dan fungsional umum golongan ruang II/c 
sampai dengan golongan ruang III/b di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b; 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon III, jabatan fungsional 
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan 
jabatan fungsional umum golongan ruang III/c 
dan golongan ruang III/d, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
c. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 38 - 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan struktural eselon IV,  
jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama 
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan 
fungsional umum golongan ruang II/c sampai 
dengan golongan ruang III/b, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b. 
(4) Pejabat struktural eselon III menetapkan 
penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon IV, fungsional tertentu 
jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, 
dan fungsional umum golongan ruang II/c 
sampai dengan golongan ruang III/b di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2); dan 
2. struktural eselon V, fungsional tertentu 
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, 
dan fungsional umum golongan ruang II/a 
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) huruf a dan huruf b; 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon IV, jabatan fungsional 
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana 
Lanjutan, dan jabatan fungsional umum 
golongan ruang II/c sampai dengan golongan 
ruang III/b, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); 
dan 
c. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 39 - 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan struktural eselon V, 
jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana 
dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional 
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang 
II/b, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) 
huruf a dan huruf b. 
(5) Pejabat struktural eselon IV dan pejabat yang setara 
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon V, fungsional tertentu 
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, 
dan fungsional umum golongan ruang II/a 
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2); dan 
2. fungsional umum golongan ruang I/a 
sampai dengan golongan ruang I/d, untuk 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf 
b; 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya, yang menduduki jabatan 
struktural eselon V, jabatan fungsional tertentu 
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan 
jabatan fungsional umum golongan ruang II/a 
dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
ayat (2); dan 
c. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 40 - 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan fungsional umum 
golongan ruang I/a sampai dengan golongan 
ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) 
huruf a dan huruf b. 
(6) Pejabat struktural eselon V dan pejabat yang setara
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional 
umum golongan ruang I/a sampai dengan 
golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
fungsional umum golongan ruang I/a sampai 
dengan golongan ruang I/d, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2). 
Pasal 19 
Gubernur selaku wakil Pemerintah menetapkan 
penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota dan PNS Daerah 
Kabupaten/Kota yang dipekerjakan atau 
diperbantukan pada Kabupaten/Kota lain dalam 
satu provinsi yang menduduki jabatan Sekretaris 
Daerah Kabupaten/Kota, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e; dan 
b. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 41 - 
b. PNS Daerah Kabupaten/Kota dari provinsi lain yang 
dipekerjakan atau diperbantukan pada 
Kabupaten/Kota di provinsinya yang menduduki 
jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c. 
Pasal 20 
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah 
Kabupaten/Kota menetapkan penjatuhan hukuman 
disiplin bagi: 
a. PNS Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki 
jabatan: 
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan  ayat (4) 
huruf a; 
2. fungsional tertentu jenjang Utama di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); 
3. fungsional umum golongan ruang IV/d 
dan golongan ruang IV/e, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat 
(4) huruf a, huruf d, dan huruf e; 
4. struktural eselon II dan fungsional 
tertentu jenjang Madya dan Penyelia di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin  sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); 
5. fungsional . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 42 - 
5. fungsional umum golongan ruang IV/a 
sampai dengan golongan ruang IV/c di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin  sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf 
d, dan huruf e; 
6. struktural eselon III ke bawah dan 
fungsional tertentu  jenjang Muda dan 
Penyelia ke bawah di lingkungannya, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) dan ayat (4); dan 
7. fungsional umum golongan ruang III/d ke 
bawah di lingkungannya, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf 
a, huruf d, dan huruf e; 
b. PNS yang dipekerjakan di lingkungannya yang 
menduduki jabatan: 
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); 
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat 
(4) huruf b dan huruf c; 
3. fungsional umum golongan ruang IV/d 
dan golongan ruang IV/e, untuk jenis 
hukuman disiplin  sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
4. struktural eselon II ke bawah dan 
fungsional tertentu jenjang Madya dan 
Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan 
huruf c; 
c. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 43 - 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan: 
1. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), 
dan ayat (4)  huruf a; 
2. fungsional tertentu jenjang Utama, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud  dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), 
dan  ayat (4) huruf a,  huruf b, dan huruf 
c; 
3. fungsional umum golongan ruang IV/a 
sampai dengan golongan ruang IV/e, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2), ayat (3),  dan  ayat (4) huruf a; 
4. struktural eselon II dan fungsional 
tertentu jenjang Madya, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat 
(4) huruf a, huruf b, dan huruf c;  
5. struktural eselon III ke bawah dan 
fungsional tertentu jenjang Muda dan 
Penyelia ke bawah, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf 
b, dan huruf c; dan 
6. fungsional umum golongan ruang III/c 
dan golongan ruang III/d, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) huruf 
a; 
d. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 44 - 
d. PNS yang dipekerjakan ke luar instansi 
induknya yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon II ke bawah  dan 
fungsional tertentu jenjang Utama ke 
bawah untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan 
huruf e; dan 
2. fungsional umum golongan ruang IV/e ke 
bawah untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan 
huruf e; 
e. PNS yang diperbantukan ke luar instansi 
induknya yang menduduki jabatan struktural 
eselon II ke bawah dan jabatan fungsional 
tertentu jenjang Utama ke bawah serta jabatan 
fungsional umum golongan IV/e ke bawah, 
untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan 
huruf e; 
f. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan 
pada Perwakilan Republik Indonesia di luar 
negeri, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat  (3) 
dan ayat (4) huruf a, huruf d, dan huruf e; dan 
g. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan 
pada negara lain atau badan internasional, 
atau tugas di luar negeri, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
ayat  (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf d,
dan huruf e. 
(2) Sekretaris . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 45 - 
(2) Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, menetapkan 
penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon II di lingkungannya, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2); 
2. struktural eselon III, fungsional tertentu 
jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional 
umum golongan ruang III/c dan golongan 
ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
3. struktural eselon IV, fungsional tertentu 
jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, 
dan fungsional umum golongan ruang II/c 
sampai dengan golongan ruang III/b di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b; 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon III, jabatan fungsional 
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan 
jabatan fungsional umum golongan ruang III/c 
dan golongan ruang III/d, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan struktural eselon IV,  
jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama 
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan 
fungsional umum golongan ruang II/c sampai 
dengan golongan ruang III/b, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b. 
(3) Pejabat . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 46 - 
(3) Pejabat struktural eselon II menetapkan penjatuhan 
hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon III,  fungsional tertentu 
jenjang Muda dan Penyelia, dan fungsional 
umum golongan ruang III/c dan golongan 
ruang III/d di lingkungannya, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
2. struktural eselon IV,  fungsional tertentu 
jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, 
dan fungsional umum golongan ruang II/c 
sampai dengan golongan ruang III/b di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b; 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon III, jabatan fungsional 
tertentu jenjang Muda dan Penyelia, dan 
jabatan fungsional umum golongan ruang III/c 
dan golongan ruang III/d, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan struktural eselon IV,  
jabatan fungsional tertentu jenjang Pertama 
dan Pelaksana Lanjutan, dan jabatan 
fungsional umum golongan ruang II/c sampai 
dengan golongan ruang III/b, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b. 
(4) Pejabat . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 47 - 
(4) Pejabat struktural eselon III menetapkan 
penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon  IV, fungsional tertentu 
jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, 
dan fungsional umum golongan ruang II/c 
sampai dengan golongan ruang III/b di 
lingkungannya, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2); dan 
2. struktural eselon V, fungsional tertentu 
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, 
dan fungsional umum golongan ruang II/a 
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(3) huruf a dan huruf b; 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon IV, jabatan fungsional 
tertentu jenjang Pertama dan Pelaksana 
Lanjutan, dan jabatan fungsional umum 
golongan ruang II/c sampai dengan golongan 
ruang III/b, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); 
dan 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan struktural eselon V, 
jabatan fungsional tertentu jenjang Pelaksana 
dan Pelaksana Pemula, dan jabatan fungsional 
umum golongan ruang II/a dan golongan ruang 
II/b, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) 
huruf a dan huruf b. 
(5) Pejabat . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 48 - 
(5) Pejabat struktural eselon  IV dan pejabat yang 
setara menetapkan penjatuhan hukuman disiplin 
bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan: 
1. struktural eselon  V, fungsional tertentu 
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, 
dan fungsional umum golongan ruang II/a 
dan golongan ruang II/b di lingkungannya, 
untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(2); dan 
2. fungsional umum golongan ruang I/a 
sampai dengan golongan ruang I/d, untuk 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf 
b; 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
struktural eselon V,  fungsional tertentu 
jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan 
jabatan fungsional umum golongan ruang II/a 
dan golongan ruang II/b, untuk jenis hukuman 
disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
ayat (2); dan 
c. PNS yang diperbantukan di lingkungannya 
yang menduduki jabatan fungsional umum 
golongan ruang I/a sampai dengan golongan 
ruang I/d, untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) 
huruf a dan huruf b. 
(6) Pejabat struktural eselon  V dan pejabat yang setara 
menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi: 
a. PNS yang menduduki jabatan fungsional 
umum golongan ruang I/a sampai dengan 
golongan ruang I/d di lingkungannya, untuk 
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2); dan 
b. PNS . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 49 - 
b. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di 
lingkungannya yang menduduki jabatan 
fungsional umum golongan ruang I/a sampai 
dengan golongan ruang I/d, untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (2). 
Pasal 21 
(1) Pejabat yang berwenang menghukum wajib 
menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang 
melakukan pelanggaran disiplin. 
(2) Apabila Pejabat yang berwenang menghukum 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak 
menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang 
melakukan pelanggaran disiplin, pejabat tersebut 
dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya. 
(3) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada 
ayat (2) sama dengan jenis hukuman disiplin yang 
seharusnya dijatuhkan kepada PNS yang 
melakukan pelanggaran disiplin.  
(4) Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga 
menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang 
melakukan pelanggaran disiplin. 
Pasal 22 
Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang 
menghukum, maka kewenangan menjatuhkan hukuman 
disiplin menjadi kewenangan pejabat yang lebih tinggi. 
Bagian Kelima . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 50 - 
Bagian Kelima 
Tata Cara Pemanggilan, Pemeriksaan, Penjatuhan, dan
Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin 
Pasal 23 
(1) PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin 
dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung untuk 
dilakukan pemeriksaan. 
(2) Pemanggilan kepada PNS yang diduga melakukan 
pelanggaran disiplin dilakukan paling lambat 7 
(tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan. 
(3) Apabila pada tanggal yang seharusnya yang 
bersangkutan diperiksa tidak hadir, maka 
dilakukan pemanggilan kedua paling lambat 7 
(tujuh) hari kerja sejak tanggal seharusnya yang 
bersangkutan diperiksa pada pemanggilan pertama. 
(4) Apabila pada tanggal pemeriksaan sebagaimana 
dimaksud pada ayat (3) PNS yang bersangkutan 
tidak hadir juga maka pejabat yang berwenang 
menghukum menjatuhkan hukuman disiplin 
berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada 
tanpa dilakukan pemeriksaan. 
Pasal 24 
(1) Sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin setiap  
atasan langsung wajib memeriksa terlebih dahulu 
PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin. 
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituangkan 
dalam bentuk berita acara pemeriksaan. 
(3) Apabila . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 51 - 
(3) Apabila menurut hasil pemeriksaan sebagaimana 
dimaksud pada ayat (2) kewenangan untuk 
menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS 
tersebut merupakan kewenangan: 
a. atasan langsung yang bersangkutan maka 
atasan langsung tersebut wajib menjatuhkan 
hukuman disiplin;  
b. pejabat yang lebih tinggi maka atasan langsung 
tersebut wajib melaporkan secara hierarki 
disertai berita acara pemeriksaan. 
Pasal 25 
(1) Khusus untuk pelanggaran disiplin yang ancaman 
hukumannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
ayat (3) dan ayat (4) dapat dibentuk Tim Pemeriksa.
(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
terdiri dari atasan langsung, unsur pengawasan, 
dan unsur kepegawaian atau pejabat lain yang 
ditunjuk.  
(3) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau 
pejabat lain yang ditunjuk. 
Pasal 26 
Apabila diperlukan, atasan langsung, Tim Pemeriksa 
atau pejabat yang berwenang menghukum dapat 
meminta keterangan dari orang lain. 
Pasal 27 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 52 - 
Pasal 27 
(1) Dalam rangka kelancaran pemeriksaan, PNS yang 
diduga melakukan pelanggaran disiplin dan 
kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin 
tingkat berat, dapat dibebaskan sementara dari 
tugas jabatannya oleh atasan langsung sejak yang 
bersangkutan diperiksa. 
(2) Pembebasan sementara dari tugas jabatannya 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku 
sampai dengan ditetapkannya keputusan hukuman 
disiplin. 
(3) PNS yang dibebaskan sementara dari tugas 
jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai 
dengan peraturan perundang-undangan. 
(4) Dalam hal atasan langsung sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) tidak ada, maka pembebasan 
sementara dari jabatannya dilakukan oleh pejabat 
yang lebih tinggi. 
Pasal 28 
(1) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 24 ayat (2) harus ditandatangani oleh 
pejabat yang memeriksa dan PNS yang diperiksa. 
(2) Dalam hal PNS yang diperiksa tidak bersedia 
menandatangani berita acara pemeriksaan 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara 
pemeriksaan tersebut tetap dijadikan sebagai dasar 
untuk menjatuhkan hukuman disiplin. 
(3) PNS yang diperiksa berhak mendapat foto kopi 
berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1). 
Pasal 29 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 53 - 
Pasal 29 
(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 pejabat yang 
berwenang menghukum menjatuhkan hukuman 
disiplin. 
(2) Dalam keputusan hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) harus disebutkan 
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang 
bersangkutan.  
Pasal 30 
(1) PNS yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata 
melakukan beberapa pelanggaran disiplin, 
terhadapnya hanya dapat dijatuhi satu jenis 
hukuman disiplin yang terberat setelah 
mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan. 
(2) PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin 
kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang 
sifatnya sama, kepadanya dijatuhi jenis hukuman 
disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin 
terakhir yang pernah dijatuhkan. 
(3) PNS tidak dapat dijatuhi hukuman disiplin dua kali 
atau lebih untuk satu pelanggaran disiplin. 
(4) Dalam hal PNS yang dipekerjakan atau 
diperbantukan di lingkungannya akan dijatuhi 
hukuman disiplin yang bukan menjadi 
kewenangannya, Pimpinan instansi atau Kepala 
Perwakilan mengusulkan penjatuhan hukuman 
disiplin kepada pejabat pembina kepegawaian 
instansi induknya disertai berita acara 
pemeriksaan.  
Pasal 31 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 54 - 
Pasal 31 
(1) Setiap penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan 
dengan keputusan pejabat yang berwenang 
menghukum. 
(2) Keputusan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
disampaikan secara tertutup oleh pejabat yang 
berwenang menghukum atau pejabat lain yang 
ditunjuk kepada PNS yang bersangkutan serta 
tembusannya disampaikan kepada pejabat instansi 
terkait. 
(3) Penyampaian keputusan hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan 
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak 
keputusan ditetapkan.  
(4) Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman disiplin 
tidak hadir pada saat penyampaian keputusan 
hukuman disiplin, keputusan dikirim kepada yang 
bersangkutan. 
BAB IV 
UPAYA ADMINISTRATIF 
Pasal 32 
Upaya administratif terdiri dari  keberatan dan banding 
administratif.   
Pasal 33 
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh: 
a. Presiden;  
b. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf 
b, dan huruf c;  
c. Gubernur . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 55 - 
c. Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c;  
d. Kepala Perwakilan Republik Indonesia; dan 
e. Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), 
tidak dapat diajukan upaya administratif. 
Pasal 34 
(1) Hukuman disiplin yang dapat diajukan keberatan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 yaitu jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (3) huruf a dan huruf b yang 
dijatuhkan oleh:  
a. Pejabat struktural eselon I dan pejabat yang 
setara  ke bawah; 
b. Sekretaris Daerah/Pejabat struktural eselon II 
Kabupaten/Kota ke bawah/Pejabat yang setara 
ke bawah; 
c. Pejabat struktural eselon II ke bawah di 
lingkungan instansi vertikal dan unit dengan 
sebutan lain yang atasan langsungnya Pejabat 
struktural eselon I yang bukan Pejabat 
Pembina Kepegawaian; dan 
d. Pejabat struktural eselon II  ke bawah di 
lingkungan instansi vertikal dan Kantor 
Perwakilan Provinsi dan unit setara dengan  
sebutan lain yang berada di bawah dan 
bertanggung jawab kepada Pejabat Pembina 
Kepegawaian. 
(2) Hukuman . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 56 - 
(2) Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding 
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
32 yaitu hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh: 
a. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e; dan 
b. Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e. 
Pasal 35 
(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 
ayat (1), diajukan secara tertulis kepada atasan  
pejabat yang berwenang menghukum dengan 
memuat alasan keberatan dan tembusannya 
disampaikan kepada pejabat yang berwenang 
menghukum. 
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari, 
terhitung mulai tanggal yang bersangkutan 
menerima keputusan hukuman disiplin. 
Pasal 36 
(1) Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), harus 
memberikan tanggapan atas keberatan yang 
diajukan oleh PNS yang bersangkutan. 
(2) Tanggapan . . .PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 57 - 
(2) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
disampaikan secara tertulis kepada atasan Pejabat 
yang berwenang menghukum, dalam jangka waktu 
6 (enam) hari kerja terhitung mulai tanggal yang 
bersangkutan menerima tembusan surat keberatan. 
(3) Atasan pejabat yang berwenang menghukum wajib 
mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan 
oleh PNS yang bersangkutan dalam jangka waktu 
21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung mulai 
tanggal yang bersangkutan menerima surat 
keberatan.  
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud 
pada ayat (2) pejabat yang berwenang menghukum 
tidak memberikan tanggapan atas keberatan maka 
atasan pejabat yang berwenang menghukum 
mengambil keputusan berdasarkan data yang ada. 
(5) Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat 
memanggil dan/atau meminta keterangan dari 
pejabat yang berwenang menghukum, PNS yang 
dijatuhi hukuman disiplin, dan/atau pihak lain 
yang dianggap perlu. 
Pasal  37 
(1) Atasan Pejabat yang berwenang menghukum dapat 
memperkuat, memperingan, memperberat, atau 
membatalkan hukuman disiplin yang dijatuhkan 
oleh pejabat yang berwenang menghukum. 
(2) Penguatan, peringanan, pemberatan, atau 
pembatalan hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan 
keputusan Atasan Pejabat yang berwenang 
menghukum.  
(3) Keputusan . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 58 - 
(3) Keputusan Atasan Pejabat yang berwenang 
menghukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
bersifat final dan mengikat. 
(4) Apabila dalam waktu lebih 21 (dua puluh satu) hari 
kerja Atasan Pejabat yang berwenang menghukum 
tidak mengambil keputusan atas keberatan maka 
keputusan pejabat yang berwenang menghukum 
batal demi hukum. 
Pasal 38 
(1) PNS yang dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), dapat 
mengajukan banding administratif kepada Badan 
Pertimbangan Kepegawaian. 
(2) Ketentuan mengenai banding administratif diatur 
lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan 
yang mengatur tentang Badan Pertimbangan 
Kepegawaian. 
Pasal 39 
(1) Dalam hal PNS yang dijatuhi hukuman disiplin: 
a. mengajukan banding administratif 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 maka 
gajinya tetap dibayarkan sepanjang yang 
bersangkutan tetap melaksanakan tugas; 
b. tidak mengajukan banding administratif 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 maka 
pembayaran gajinya dihentikan terhitung mulai 
bulan berikutnya sejak hari ke 15 (lima belas) 
keputusan hukuman disiplin diterima. 
(2) Penentuan . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 59 - 
(2) Penentuan dapat atau tidaknya PNS melaksanakan 
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a 
menjadi kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian 
dengan mempertimbangkan dampak terhadap 
lingkungan kerja. 
Pasal 40 
(1) PNS yang meninggal dunia sebelum ada keputusan 
atas upaya administratif, diberhentikan dengan 
hormat sebagai PNS dan diberikan hak-hak 
kepegawaiannya berdasarkan ketentuan peraturan 
perundang-undangan. 
(2) PNS yang mencapai batas usia pensiun sebelum ada 
keputusan atas: 
a. keberatan, dianggap telah selesai menjalani 
hukuman disiplin dan diberhentikan dengan 
hormat sebagai PNS serta diberikan hak-hak 
kepegawaiannya berdasarkan ketentuan 
peraturan perundang-undangan; 
b. banding administratif, dihentikan pembayaran 
gajinya sampai dengan ditetapkannya 
keputusan banding administratif. 
(3) Dalam hal PNS sebagaimana dimaksud pada ayat 
(1) dan ayat (2) huruf b meninggal dunia, 
diberhentikan dengan hormat dan diberikan hakhak kepegawaiannya berdasarkan ketentuan 
peraturan perundang-undangan. 
Pasal 41 
(1) PNS yang mengajukan keberatan kepada atasan 
Pejabat yang berwenang menghukum atau banding 
administratif kepada Badan Pertimbangan 
Kepegawaian, tidak diberikan kenaikan pangkat 
dan/atau kenaikan gaji berkala sampai dengan 
ditetapkannya keputusan yang mempunyai 
kekuatan hukum tetap. 
(2) Apabila . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 60 - 
(2) Apabila keputusan pejabat yang berwenang 
menghukum dibatalkan maka PNS yang 
bersangkutan dapat dipertimbangkan kenaikan 
pangkat dan/atau kenaikan gaji berkala sesuai 
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Pasal 42 
PNS yang sedang dalam proses pemeriksaan karena 
diduga melakukan pelanggaran disiplin atau sedang 
mengajukan upaya administratif tidak dapat disetujui 
untuk pindah instansi. 
BAB V 
BERLAKUNYA HUKUMAN DISIPLIN  
DAN PENDOKUMENTASIAN  
KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN 
Bagian Kesatu 
Berlakunya Hukuman Disiplin 
Pasal 43 
Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh: 
a. Presiden; 
b. Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf 
b, dan huruf c; 
c. Gubernur . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 61 - 
c. Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c; 
d. Kepala Perwakilan Republik Indonesia; dan 
e. Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis 
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 7 ayat (2), 
mulai berlaku sejak tanggal keputusan ditetapkan. 
Pasal 44 
(1) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat 
selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, 
apabila tidak diajukan keberatan maka mulai 
berlaku pada hari ke 15 (lima belas) setelah 
keputusan hukuman disiplin diterima. 
(2) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat 
selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, 
apabila diajukan keberatan maka mulai berlaku 
pada tanggal ditetapkannya keputusan atas 
keberatan. 
Pasal 45 
(1) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat 
Pembina Kepegawaian atau Gubernur selaku wakil 
pemerintah untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf 
d dan huruf e, apabila tidak diajukan banding 
administratif maka mulai berlaku pada hari ke 15 
(lima belas) setelah keputusan hukuman disiplin 
diterima. 
(2) Hukuman . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 62 - 
(2) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat 
Pembina Kepegawaian atau Gubernur selaku wakil 
pemerintah untuk jenis hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf 
d dan huruf e, apabila diajukan banding 
administratif maka mulai berlaku pada tanggal 
ditetapkannya keputusan banding administratif. 
Pasal 46 
Apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir 
pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin 
maka hukuman disiplin berlaku pada hari ke 15 (lima
belas) sejak tanggal yang ditentukan untuk penyampaian 
keputusan hukuman disiplin. 
Bagian Kedua 
Pendokumentasian Keputusan Hukuman Disiplin 
Pasal 47 
(1) Keputusan hukuman disiplin wajib 
didokumentasikan oleh pejabat pengelola 
kepegawaian di instansi yang bersangkutan.  
(2) Dokumen keputusan hukuman disiplin 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan 
sebagai salah satu bahan penilaian dalam 
pembinaan PNS yang bersangkutan.  
BAB VI . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 63 - 
BAB VI 
KETENTUAN  PERALIHAN 
Pasal 48 
(1) Hukuman disiplin yang telah dijatuhkan sebelum 
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan sedang 
dijalani oleh PNS yang bersangkutan dinyatakan 
tetap berlaku. 
(2) Keberatan yang diajukan kepada atasan pejabat 
yang berwenang menghukum atau banding 
administratif kepada Badan Pertimbangan 
Kepegawaian sebelum berlakunya Peraturan 
Pemerintah ini diselesaikan sesuai dengan 
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 
tentang Peraturan Disiplin PNS beserta peraturan 
pelaksanaannya. 
(3) Apabila terjadi pelanggaran disiplin dan telah 
dilakukan pemeriksaan sebelum berlakunya 
Peraturan Pemerintah ini maka hasil pemeriksaan 
tetap berlaku dan proses selanjutnya berlaku 
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. 
(4) Apabila terjadi pelanggaran disiplin sebelum 
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan belum 
dilakukan pemeriksaan maka berlaku ketentuan 
dalam Peraturan Pemerintah ini. 
BAB VII 
KETENTUAN PENUTUP 
Pasal 49 
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur 
lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. 
Pasal 50 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 64 - 
Pasal 50 
Pada saat  Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: 
1. Ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 32 
Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri 
Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara 
Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah 
dua kali diubah terakhir dengan Peraturan 
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008 (Lembaran 
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 141),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;   
2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil 
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 
Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik 
Indonesia Nomor 3176), dicabut dan dinyatakan 
tidak berlaku. 
3. Ketentuan pelaksanaan mengenai disiplin PNS yang 
ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini 
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak 
bertentangan dan belum diubah berdasarkan 
Peraturan Pemerintah ini. 
Pasal 51 
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. 
Agar . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA
- 65 - 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan 
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik 
Indonesia. 
Ditetapkan di Jakarta 
pada tanggal .6 Juni 2010....... 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
         
ttd. 
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 
Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 6 Juni 2010 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 
REPUBLIK INDONESIA, 
                              ttd. 
 PATRIALIS AKBAR 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 74 
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI 
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan 
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, 
Wisnu Setiawan PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
PENJELASAN 
ATAS 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 53 TAHUN 2010 
TENTANG 
DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL 
I. UMUM 
Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan 
bermoral sebagai penyelenggara pemerintahan yang menerapkan 
prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance), maka 
PNS sebagai unsur aparatur negara dituntut untuk setia kepada 
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah, bersikap 
disiplin, jujur, adil, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan 
tugas.  
Untuk menumbuhkan sikap disiplin PNS, pasal 30 UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian 
mengamanatkan ditetapkannya peraturan pemerintah mengenai 
disiplin PNS. Selama ini ketentuan mengenai disiplin PNS telah diatur 
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan 
Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Namun demikian peraturan pemerintah 
tersebut perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan, 
karena tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini.  
Untuk mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral 
tersebut, mutlak diperlukan peraturan disiplin PNS  yang dapat 
dijadikan pedoman dalam menegakkan disiplin, sehingga dapat 
menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas 
serta dapat mendorong PNS untuk lebih produktif berdasarkan sistem 
karier dan sistem prestasi kerja. 
Peraturan . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 2 - 
Peraturan Pemerintah tentang disiplin PNS ini antara lain 
memuat kewajiban, larangan, dan hukuman disiplin yang dapat 
dijatuhkan kepada PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran. 
Penjatuhan hukuman disiplin dimaksudkan untuk membina PNS yang 
telah melakukan pelanggaran, agar yang bersangkutan mempunyai 
sikap menyesal dan berusaha tidak mengulangi dan memperbaiki diri 
pada masa yang akan datang. 
Dalam Peraturan Pemerintah ini secara tegas disebutkan jenis 
hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan terhadap suatu pelanggaran 
disiplin. Hal ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi  pejabat yang 
berwenang menghukum serta memberikan kepastian dalam 
menjatuhkan hukuman disiplin. Demikian juga dengan  batasan 
kewenangan bagi pejabat yang berwenang menghukum telah 
ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini. 
Penjatuhan hukuman berupa jenis hukuman disiplin ringan, 
sedang, atau berat sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang 
dilakukan oleh PNS yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan 
latar belakang dan dampak dari pelanggaran yang dilakukan.  
Kewenangan untuk menetapkan keputusan pemberhentian bagi 
PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dilakukan berdasarkan 
Peraturan Pemerintah ini. 
Selain hal tersebut di atas, bagi PNS yang dijatuhi hukuman 
disiplin diberikan hak untuk membela diri melalui upaya administratif, 
sehingga dapat dihindari terjadinya kesewenang-wenangan dalam 
penjatuhan hukuman disiplin. 
II. PASAL DEMI PASAL 
Pasal 1 
Cukup jelas. 
Pasal 2 
Cukup jelas. 
Pasal 3 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 3 - 
Pasal 3 
Angka 1 
Cukup jelas. 
Angka 2 
Cukup jelas. 
Angka 3  
Yang dimaksud dengan “setia dan taat sepenuhnya kepada 
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan 
Pemerintah” adalah setiap PNS di samping taat juga 
berkewajiban melaksanakan ketentuan Undang-Undang 
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kebijakan 
negara dan Pemerintah serta tidak mempermasalahkan 
dan/atau menentang Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
Angka 4  
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan”
adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur 
mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. 
Angka 5  
Yang dimaksud dengan “tugas kedinasan” adalah tugas yang 
diberikan oleh atasan yang berwenang dan berhubungan 
dengan: 
a. perintah kedinasan; 
b. peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian 
atau peraturan yang berkaitan dengan kepegawaian; 
c. peraturan kedinasan; 
d. tata tertib di lingkungan kantor; atau 
e. standar prosedur kerja (Standar Operating Procedure atau 
SOP). 
Angka 6 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 4 - 
Angka 6 
Cukup jelas. 
Angka 7  
Cukup jelas. 
Angka 8  
Yang dimaksud dengan “menurut sifatnya” dan “menurut 
perintah” adalah didasarkan pada peraturan perundangundangan, perintah kedinasan, dan/atau kepatutan. 
Angka 9  
Cukup jelas. 
Angka 10  
Cukup jelas. 
Angka 11 
Yang dimaksud dengan kewajiban untuk “masuk kerja dan 
menaati ketentuan jam kerja” adalah setiap PNS wajib 
datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan 
jam kerja serta tidak berada di tempat umum bukan karena 
dinas. Apabila berhalangan hadir wajib memberitahukan 
kepada pejabat yang berwenang.  
Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung 
secara kumulatif dan dikonversi 7 ½ (tujuh setengah) jam 
sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk kerja. 
Angka 12 
Yang dimaksud dengan “sasaran kerja pegawai” adalah
rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang 
pegawai yang disusun dan disepakati bersama antara 
pegawai dengan atasan pegawai. 
Angka 13 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 5 - 
Angka 13 
Cukup jelas. 
Angka 14 
Yang dimaksud dengan “memberikan pelayanan sebaikbaiknya kepada masyarakat” adalah memberikan pelayanan 
kepada masyarakat yang berkualitas, cepat, mudah, 
terjangkau, dan terukur, sesuai dengan peraturan 
perundang-undangan. 
Angka 15 
Cukup jelas. 
Angka 16 
Yang dimaksud dengan “memberikan kesempatan kepada 
bawahan untuk mengembangkan karier” adalah memberi 
kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan 
kemampuan dalam rangka pengembangan karier, antara lain 
memberi kesempatan mengikuti rapat, seminar, diklat, dan 
pendidikan formal lanjutan. 
Angka 17 
Cukup jelas. 
Pasal 4 
Angka 1 
Yang dimaksud dengan “menyalahgunakan wewenang” 
adalah menggunakan kewenangannya untuk melakukan 
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu untuk kepentingan 
pribadi atau kepentingan pihak lain yang tidak sesuai 
dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut. 
Angka 2 
Contoh:  
Seorang PNS yang tidak memiliki wewenang di bidang 
perizinan membantu mengurus perizinan bagi orang lain 
dengan  memperoleh imbalan. 
Angka 3 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 6 - 
Angka 3 
Cukup jelas. 
Angka 4 
Cukup jelas.  
Angka 5 
Yang dimaksud dengan “memiliki, menjual, membeli, 
menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barangbarang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau 
surat berharga milik negara secara tidak sah” adalah 
perbuatan yang dilakukan tidak atas dasar ketentuan
termasuk tata cara maupun kualifikasi barang, dokumen, 
atau benda lain yang dapat dipindahtangankan. 
Angka 6 
Cukup jelas. 
Angka 7 
Yang dimaksud dengan “jabatan” adalah jabatan struktural 
dan jabatan fungsional tertentu. 
Angka 8  
PNS dilarang menerima hadiah, padahal diketahui dan patut 
diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau 
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan 
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan 
kewajibannya. 
Angka 9 
Yang dimaksud dengan “bertindak sewenang-wenang” adalah 
setiap tindakan atasan kepada bawahan yang tidak sesuai 
dengan peraturan kedinasan seperti tidak memberikan tugas 
atau pekerjaan kepada bawahan, atau memberikan nilai 
hasil pekerjaan (Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai) tidak 
berdasarkan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan. 
Angka 10 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 7 - 
Angka 10 
Cukup jelas. 
Angka 11  
Yang dimaksud dengan “menghalangi berjalannya tugas
kedinasan” adalah perbuatan yang mengakibatkan tugas 
kedinasan menjadi tidak lancar atau tidak mencapai  hasil 
yang harus dipenuhi. 
Contoh:  
PNS yang tidak memberikan dukungan dalam hal diperlukan 
koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi dalam tugas
kedinasan. 
Angka 12 
Huruf a  
Cukup jelas. 
Huruf b  
PNS sebagai peserta kampanye hadir untuk mendengar,
menyimak visi, misi, dan program yang ditawarkan 
peserta pemilu, tanpa menggunakan atribut Partai atau 
PNS. 
Yang dimaksud dengan “menggunakan atribut partai” 
adalah dengan menggunakan dan/atau memanfaatkan 
pakaian, kendaraan, atau media lain yang bergambar 
partai politik dan/atau calon anggota Dewan Perwakilan 
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan 
Rakyat Daerah, dan/atau calon Presiden/Wakil Presiden 
dalam masa kampanye. 
Yang dimaksud dengan “menggunakan atribut PNS” 
adalah seperti menggunakan seragam Korpri, seragam 
dinas, kendaraan dinas, dan lain-lain. 
Huruf c  
Cukup jelas. 
Huruf d . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 8 - 
Huruf d  
Cukup jelas. 
Angka 13 
Cukup jelas. 
Angka 14 
Cukup jelas. 
Angka 15 
Huruf a 
Yang dimaksud dengan “terlibat dalam kegiatan 
kampanye” adalah seperti PNS bertindak sebagai 
pelaksana kampanye, petugas kampanye/tim sukses, 
tenaga ahli, penyandang dana, pencari dana, dan lainlain. 
Huruf b 
Cukup jelas. 
Huruf c 
Cukup jelas. 
Huruf d 
Cukup jelas. 
Pasal 5 
Cukup jelas. 
Pasal 6 
PNS yang melanggar ketentuan disiplin PNS dijatuhi  hukuman 
disiplin dan apabila perbuatan tersebut terdapat unsur pidana 
maka terhadap PNS tersebut tidak tertutup kemungkinan dapat 
dikenakan hukuman pidana. 
Pasal 7 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 9 - 
Pasal 7 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Huruf a              
Hukuman disiplin yang berupa teguran lisan dinyatakan 
dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang 
berwenang menghukum kepada PNS yang melakukan 
pelanggaran disiplin. 
Apabila seorang atasan menegur bawahannya tetapi 
tidak dinyatakan secara tegas sebagai hukuman 
disiplin, bukan hukuman disiplin. 
Huruf b             
Hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis 
dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat 
yang berwenang menghukum kepada PNS yang 
melakukan pelanggaran. 
Huruf c    
Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas 
secara tertulis dinyatakan dan disampaikan secara 
tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum 
kepada PNS yang melakukan pelanggaran. 
Ayat (3) 
Huruf a    
Masa penundaan kenaikan gaji berkala tersebut 
dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. 
Huruf b    
Cukup jelas. 
Huruf c    
Cukup jelas. 
Ayat (4) . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 10 - 
Ayat (4) 
Huruf a 
Cukup jelas. 
Huruf b 
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah dengan memperhatikan jabatan yang 
lowong dan persyaratan jabatan. 
             
Huruf c  
Yang dimaksud dengan “jabatan” adalah jabatan 
struktural dan fungsional tertentu. 
Huruf d  
Cukup jelas. 
Huruf e  
Cukup jelas. 
Pasal 8 
Angka 1 
Cukup jelas. 
Angka 2 
Cukup jelas. 
Angka 3 
Cukup jelas. 
Angka 4  
Cukup jelas. 
Angka 5 
Cukup jelas. 
Angka 6 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 11 - 
Angka 6 
Cukup jelas. 
Angka 7 
Cukup jelas. 
Angka 8  
Cukup jelas. 
Angka 9 
Yang dimaksud dengan “tanpa alasan yang sah” adalah
bahwa alasan ketidakhadirannya tidak dapat diterima akal 
sehat. 
Angka 10  
Cukup jelas. 
Angka 11 
Jenis hukuman disiplin terhadap pelanggaran ketentuan ini 
mengacu antara lain pada peraturan perundang-undangan 
tentang pelayanan publik. 
Angka 12  
Cukup jelas. 
Angka 13 
Cukup jelas. 
Angka 14 
Cukup jelas. 
Pasal 9 
Angka 1 
Cukup jelas. 
Angka 2 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 12 - 
Angka 2 
Cukup jelas. 
Angka 3 
Cukup jelas. 
Angka 4  
 Cukup jelas. 
Angka 5 
 Cukup jelas. 
Angka 6 
 Cukup jelas. 
Angka 7 
 Cukup jelas. 
Angka 8  
 Cukup jelas. 
Angka 9 
 Cukup jelas. 
Angka 10  
 Cukup jelas. 
Angka 11 
 Lihat penjelasan Pasal 8 angka 9. 
Angka 12  
 Cukup jelas. 
Angka 13 
 Cukup jelas. 
Angka 14 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 13 - 
Angka 14 
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11. 
Angka 15 
Cukup jelas. 
Angka 16  
 Cukup jelas. 
Angka 17 
 Cukup jelas. 
Pasal 10 
Angka 1 
 Cukup jelas. 
Angka 2 
 Cukup jelas. 
Angka 3 
 Cukup jelas. 
Angka 4  
 Cukup jelas. 
Angka 5 
 Cukup jelas. 
Angka 6 
 Cukup jelas. 
Angka 7 
 Cukup jelas. 
Angka 8  
 Cukup jelas. 
Angka 9 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 14 - 
Angka 9 
 Lihat penjelasan Pasal 8 angka 9. 
Angka 10  
 Cukup jelas. 
         Angka 11 
Cukup jelas. 
Angka 12  
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11. 
         Angka 13 
Cukup jelas. 
Pasal 11 
Angka 1 
 Cukup jelas. 
  
Angka 2 
 Cukup jelas. 
Angka 3 
 Cukup jelas. 
Angka 4  
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11 
Angka 5 
 Cukup jelas. 
Pasal 12 
Angka 1 
 Cukup jelas. 
Angka 2 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 15 - 
Angka 2 
 Cukup jelas. 
Angka 3 
 Cukup jelas. 
Angka 4  
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11. 
Angka 5 
 Cukup jelas. 
Angka 6 
 Cukup jelas. 
Angka 7 
 Cukup jelas. 
Angka 8 
 Cukup jelas. 
Angka 9 
 Cukup jelas. 
Pasal 13 
Angka 1 
Cukup jelas. 
Angka 2 
Cukup jelas. 
Angka 3 
Cukup jelas. 
Angka 4  
Cukup jelas. 
Angka 5 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 16 - 
Angka 5 
Cukup jelas. 
Angka 6 
Cukup jelas. 
Angka 7 
Cukup jelas. 
Angka 8 
Cukup jelas. 
Angka 9  
Lihat penjelasan Pasal 8 angka 11. 
Angka 10 
Cukup jelas. 
Angka 11 
             Cukup jelas. 
Angka 12  
Cukup jelas. 
Angka 13 
             Cukup jelas. 
Pasal 14 
Yang dimaksud dengan “dihitung secara kumulatif sampai 
dengan akhir tahun berjalan” adalah bahwa pelanggaran yang 
dilakukan dihitung mulai bulan Januari sampai dengan bulan 
Desember  tahun yang bersangkutan.  
Contoh: . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 17 - 
Contoh:  
Seorang PNS dari bulan Januari sampai dengan bulan  Maret 
2011 tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari maka yang 
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran lisan.  
Selanjutnya, pada bulan Mei sampai dengan Juli 2011 yang 
bersangkutan tidak masuk kerja selama 2 (dua) hari, sehingga 
jumlahnya menjadi 7 (tujuh) hari. Dalam hal demikian, maka 
yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa  teguran 
tertulis.  
Selanjutnya, pada bulan September sampai dengan bulan 
Nopember 2011 yang bersangkutan tidak masuk kerja selama 5 
(lima) hari, sehingga jumlahnya menjadi 12 (dua belas) hari. 
Dalam hal demikian, maka yang bersangkutan dijatuhi hukuman 
disiplin berupa pernyataan tidak puas secara tertulis. 
Pasal 15 
Ayat (1) 
Pejabat struktural eselon I yang diturunkan jabatannya 
menjadi pejabat struktural eselon II maka untuk 
pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II ditetapkan 
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). 
Yang dimaksud dengan “jabatan lain yang pengangkatan dan 
pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden” antara  lain 
Panitera Mahkamah Agung dan Panitera Mahkamah 
Konstitusi. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Pasal 16 
Ayat (1) 
Huruf a 
Angka 1 
Cukup jelas. 
Angka 2 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 18 - 
Angka 2 
Cukup jelas. 
Angka 3 
Cukup jelas. 
Angka 4 
Yang dimaksud dengan “pejabat struktural eselon 
II” antara lain adalah: 
a. Pejabat struktural eselon II di lingkungan 
Direktorat Jenderal atau Badan atau 
Sekretariat Jenderal, seperti Direktur, Kepala 
Pusat, Kepala Biro; 
b. Pejabat struktural eselon II di lingkungan 
instansi vertikal yang atasan langsungnya 
Pejabat struktural eselon I yang Bukan Pejabat 
Pembina Kepegawaian, seperti Kepala Kantor 
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kepala 
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan 
Cukai; 
c. Pejabat struktural eselon II b di lingkungan 
Unit Pelaksana Teknis, seperti Kepala Balai 
Besar. 
Angka 5 
Yang dimaksud dengan “pejabat struktural eselon 
II” adalah Pejabat struktural eselon II di 
lingkungan instansi vertikal dan Kepala Kantor 
Perwakilan Provinsi atau Kepala unit setara 
dengan sebutan lain yang berada di bawah dan 
bertanggung jawab kepada Pejabat Pembina 
Kepegawaian, seperti Kepala Kantor Wilayah 
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 
Kepala Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa 
Keuangan, Kepala Kantor Regional Badan 
Kepegawaian Negara, dan Kepala Kejaksaan 
Tinggi. 
Angka 6 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 19 - 
Angka 6 
Cukup jelas. 
Angka 7 
Cukup jelas. 
Angka 8 
Cukup jelas. 
Huruf b 
Cukup jelas. 
Huruf c 
Cukup jelas. 
Huruf d 
Cukup jelas. 
Huruf e 
Cukup jelas. 
Huruf f 
Cukup jelas. 
Huruf g 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS 
yang diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit 
kerja tertentu, antara lain Rektor dan Dekan. 
Ayat (3) 
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS 
yang diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit 
kerja tertentu, antara lain Ketua Pengadilan Tinggi. 
Ayat (4) . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 20 - 
Ayat (4) 
Lihat penjelasan ayat (1) angka 4 dan angka 5. 
Ayat (5) 
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS 
yang diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit 
kerja tertentu, antara lain Ketua Pengadilan Negeri, Direktur 
Akademi.        
Ayat (6) 
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS 
yang diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit 
kerja tertentu, antara lain Kepala Sekolah Menengah Atas, 
Kepala Sekolah Menengah Pertama.   
Ayat (7) 
Yang dimaksud dengan “pejabat yang setara” adalah PNS 
yang diberi tugas tambahan untuk memimpin satuan unit 
kerja tertentu, antara lain Kepala Sekolah Dasar, Kepala 
Taman Kanak-Kanak. 
Pasal 17 
Cukup jelas. 
Pasal 18 
Ayat (1) 
Huruf a  
Angka 1 
Jabatan struktural eselon I di Provinsi adalah 
jabatan Sekretaris Daerah Provinsi. 
Angka 2 
Cukup jelas. 
Angka 3 
Cukup jelas. 
Angka 4 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 21 - 
Angka 4 
Cukup jelas. 
Angka 5 
Cukup jelas. 
Angka 6 
Cukup jelas. 
Angka 7 
Cukup jelas. 
Huruf b  
Cukup jelas. 
Huruf c  
Cukup jelas. 
Huruf d  
Cukup jelas. 
Huruf e  
Cukup jelas. 
Huruf f  
Cukup jelas. 
Huruf g  
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Ayat (4) . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 22 - 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 
Ayat (5) 
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (6). 
Ayat (6) 
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (7). 
Pasal 19 
Cukup jelas. 
Pasal 20 
Ayat (1) 
Huruf a  
Angka 1 
Cukup jelas. 
Angka 2 
Cukup jelas. 
Angka 3 
Cukup jelas. 
Angka 4 
Jabatan struktural eselon II antara lain adalah 
Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Daerah 
Kabupaten/Kota. 
Angka 5 
Cukup jelas. 
Angka 6 
Cukup jelas. 
Angka 7 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 23 - 
Angka 7 
Cukup jelas. 
Huruf b  
Cukup jelas. 
Huruf c  
Cukup jelas. 
Huruf d  
Cukup jelas. 
Huruf e  
Cukup jelas. 
Huruf f  
Cukup jelas. 
Huruf g  
Cukup jelas. 
Ayat (2)  
Huruf a 
Angka 1 
Jabatan struktural eselon II adalah Asisten di 
lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 
Angka 2 
Cukup jelas. 
Angka 3 
Cukup jelas. 
Huruf b  
Cukup jelas. 
Huruf c . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 24 - 
Huruf c  
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 
Ayat (5) 
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (6).  
Ayat (6) 
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (7). 
Pasal 21 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Ketentuan penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada 
pejabat yang seharusnya menghukum berlaku juga bagi
atasan dari atasan secara berjenjang. 
Penjatuhan hukuman disiplin oleh atasan kepada pejabat 
yang tidak menjatuhkan hukuman disiplin, dilakukan 
setelah mendengar keterangannya, dan tidak perlu 
dilakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam berita acara 
pemeriksaan. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 
Pasal 22 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 25 - 
Pasal 22 
Yang dimaksud dengan “tidak terdapat pejabat yang berwenang 
menghukum” adalah terdapat satuan organisasi yang pejabatnya 
lowong, antara lain karena berhalangan tetap, atau tidak terdapat 
dalam struktur organisasi. 
Pasal 23 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Dalam menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya harus 
pula diperhatikan waktu yang diperlukan untuk 
menyampaikan surat panggilan. 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 
Pasal 24 
Ayat (1) 
Tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, 
adalah untuk mengetahui apakah PNS  yang bersangkutan 
benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta 
untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau 
menyebabkan ia melakukan pelanggaran disiplin. 
Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif, 
sehingga dengan demikian pejabat yang berwenang 
menghukum dapat mempertimbangkan dengan seadiladilnya tentang jenis hukuman disiplin yang akan 
dijatuhkan. 
Ayat (2) . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 26 - 
Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan “pemeriksaan secara tertutup” 
adalah pemeriksaan hanya dihadiri oleh PNS yang diduga 
melakukan pelanggaran disiplin dan pemeriksa.  
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Pasal 25 
Ayat (1) 
Tim Pemeriksa bersifat temporer (Ad Hoc).  
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Pasal 26 
Cukup jelas. 
Pasal 27 
Ayat (1) 
Pembebasan sementara dari tugas jabatannya dimaksudkan 
untuk kelancaran pemeriksaan dan pelaksanaan tugastugasnya. 
Selama PNS yang bersangkutan dibebaskan sementara dari 
tugas jabatannya, diangkat pejabat pelaksana harian. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Ayat (4) . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 27 - 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 
Pasal 28 
Cukup jelas. 
Pasal 29 
Cukup jelas. 
Pasal 30 
Cukup jelas. 
Pasal 31 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan “secara tertutup” adalah bahwa
penyampaian surat keputusan hanya diketahui PNS yang 
bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan keputusan 
serta pejabat lain yang terkait, dengan ketentuan bahwa 
pejabat terkait dimaksud jabatan dan pangkatnya tidak 
boleh lebih rendah dari PNS yang bersangkutan. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 
Pasal 32 
Cukup jelas. 
Pasal 33 
Cukup jelas. 
Pasal 34 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 28 - 
Pasal 34 
Ayat (1) 
Huruf a  
Cukup jelas. 
Huruf b  
Cukup jelas. 
Huruf c 
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (1) angka 4 huruf b dan  
huruf c. 
Huruf d 
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (1) angka 5. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Pasal 35 
Cukup jelas. 
Pasal 36 
Cukup jelas. 
Pasal 37 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Yang dimaksud dengan “final dan mengikat” adalah 
terhadap keputusan penguatan, peringanan, pemberatan, 
atau pembatalan hukuman disiplin tidak dapat diajukan 
keberatan dan wajib dilaksanakan. 
Ayat (4) . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 29 - 
Ayat (4) 
 Cukup jelas. 
Pasal 38 
Cukup jelas. 
Pasal 39 
Cukup jelas. 
Pasal 40 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
 Dalam hal PNS yang bersangkutan sebelumnya dijatuhkan 
hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan 
hormat maka keputusan pemberhentiannya ditinjau kembali 
oleh pejabat yang berwenang menjadi pemberhentian dengan 
hormat. 
Pasal 41 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan “keputusan yang dibatalkan” adalah 
bahwa berdasarkan keputusan atasan pejabat yang 
berwenang menghukum atau Badan Pertimbangan 
Kepegawaian, PNS yang bersangkutan dinyatakan tidak
bersalah. 
Pasal 42 
Cukup jelas. 
Pasal 43 . . . PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 30 - 
Pasal 43 
Cukup jelas. 
Pasal 44 
Cukup jelas. 
Pasal 45 
Cukup jelas. 
Pasal 46 
Cukup jelas. 
Pasal 47 
Cukup jelas. 
Pasal 48 
Cukup jelas. 
Pasal 49 
Cukup jelas. 
Pasal 50 
Cukup jelas. 
 Pasal 51 
    Cukup jelas






Sumber: http://bkd.purbalinggakab.go.id/

Tidak ada komentar: