MATA kedua anak desa itu berkaca-kaca saat berada di atas panggung megah Penganugerahan Festival Film Indonesia (FFI) 2010, Senin malam (6/12). Betapa tidak, mereka sepanggung bersama para pelaku perfilman nasional, menerima Piala Citra sebagai lambang supremasi film nasional.
Darti dan Yasin, sutradara remaja yang masih duduk di bangku kelas IX dan VII SMP 4 Satu Atap Karangmoncol, Purbalingga lewat film Pigura
Darti dan Yasin pembuat film pendek 'Pigura' usai menerima
penghargaan FFI 2010 diapit para mentor. (foto: imam)
“Senang, bisa ketemu langsung para pemain film. Membayangkan kelak bisa menyutradarai mereka,” ujar Darti tersenyum usai acara penganugerahan. Tak berbeda dengan Yasin yang juga merasa senang karna bisa berfoto bersama aktor dan aktris untuk ditunjukkan pada teman-teman dan orang-orang di desanya.
Darti dan Yasin di panggung FFI 2010. (foto: ist)
Ketua Dewan Juri Film Pendek Agni Ariatama mengatakan alasan memberikan Penghargaan Khusus pada film “Pigura” sebagai apresiasi terhadap semangat, motivasi, dan inisiatif kelompok berbasis komunitas dalam pengembangan kesadaran terhadap bahasa audio-visual ditingkat akar rumput.
“Dengan berbagai keterbatasan, mereka mampu menghadirkan karya yang baik seperti struktur cerita, bahasa film, dan pengorganisasian kepada masyarakat, terutama masyarakat lokal yang sebenarnya dapat menjadi basis pengembangan perfilman nasional ke depan,” tutur dosen sinematografi FFTV-IKJ ini.
Selain Pigura, Penghargaan Khusus diberikan kepada film animasi berjudul Timun Mas karya Gatya Pratiniyata. Penghargaan Khusus Dewan Juri diberikan sebagai apresiasi dari pencapaian bahasa sinema. Sementara Film Pendek Terbaik disabet film berjudul Kelas 5000-an sutradara Jihad Adjie.
Film Pendek belum dapat tempat
Tampaknya, film pendek masih belum mendapat tempat dengan semestinya di Festival Film Indonesia. Buktinya, saat pembacaan pemenang dan pemberian Piala Citra untuk kategori Film Pendek dan Dokumenter tidak disiarkan secaraon air disalah satu stasiun televisi swasta itu.
Bahkan, untuk penyabet Penghargaan Khusus, cuplikan film tidak ditayangkan dan sutradara tidak diberi kesempatan berucap sepatah kata pun di atas panggung. Beruntung, presenter off air Indra Bekti dan Fitri Tropica melihat penting anak-anak desa yang gemar membuat film itu berkata-kata di atas panggung FFI.
Maka, mengalirlah dengan terbata-bata ucapan terima kasih dari Darti dan Yasin kepada orang-orang dan pihak yang selama ini membantu proses kreatif mereka dalam membuat film. Tepuk tangan kekaguman pun membahana di gedung Central Park Jakarta, dimana FFI digelar malam itu. (rel/tis)
“Senang, bisa ketemu langsung para pemain film. Membayangkan kelak bisa menyutradarai mereka,” ujar Darti tersenyum usai acara penganugerahan. Tak berbeda dengan Yasin yang juga merasa senang karna bisa berfoto bersama aktor dan aktris untuk ditunjukkan pada teman-teman dan orang-orang di desanya.
Darti dan Yasin di panggung FFI 2010. (foto: ist)
Ketua Dewan Juri Film Pendek Agni Ariatama mengatakan alasan memberikan Penghargaan Khusus pada film “Pigura” sebagai apresiasi terhadap semangat, motivasi, dan inisiatif kelompok berbasis komunitas dalam pengembangan kesadaran terhadap bahasa audio-visual ditingkat akar rumput.
“Dengan berbagai keterbatasan, mereka mampu menghadirkan karya yang baik seperti struktur cerita, bahasa film, dan pengorganisasian kepada masyarakat, terutama masyarakat lokal yang sebenarnya dapat menjadi basis pengembangan perfilman nasional ke depan,” tutur dosen sinematografi FFTV-IKJ ini.
Selain Pigura, Penghargaan Khusus diberikan kepada film animasi berjudul Timun Mas karya Gatya Pratiniyata. Penghargaan Khusus Dewan Juri diberikan sebagai apresiasi dari pencapaian bahasa sinema. Sementara Film Pendek Terbaik disabet film berjudul Kelas 5000-an sutradara Jihad Adjie.
Film Pendek belum dapat tempat
Tampaknya, film pendek masih belum mendapat tempat dengan semestinya di Festival Film Indonesia. Buktinya, saat pembacaan pemenang dan pemberian Piala Citra untuk kategori Film Pendek dan Dokumenter tidak disiarkan secaraon air disalah satu stasiun televisi swasta itu.
Bahkan, untuk penyabet Penghargaan Khusus, cuplikan film tidak ditayangkan dan sutradara tidak diberi kesempatan berucap sepatah kata pun di atas panggung. Beruntung, presenter off air Indra Bekti dan Fitri Tropica melihat penting anak-anak desa yang gemar membuat film itu berkata-kata di atas panggung FFI.
Maka, mengalirlah dengan terbata-bata ucapan terima kasih dari Darti dan Yasin kepada orang-orang dan pihak yang selama ini membantu proses kreatif mereka dalam membuat film. Tepuk tangan kekaguman pun membahana di gedung Central Park Jakarta, dimana FFI digelar malam itu. (rel/tis)
2 komentar:
wow....keren, sangat membanggakan. Ternyata seorang Darti "wong deso" mampu menghasilkan karya sekaliber FFI (Festifal Film Indonesia)
Komunitas perfilman Purbalingga memang sudah me-nasional, banyak penghargaan yang diraih terutama film2 pendek atau dokumenter. Hal itu berimbas pada minat para pelajar di Purbalingga mulai menggeluti perfilman.
Posting Komentar