Bagi yang belum pernah merasakan nikmat dan indahnya berbakti kepada orang tua
Bagi yang belum maksimal berbakti kepada mereka
Ketauhilah…bahwa ternyata dalam usaha untuk melaksanakan bakti terdapat seni!
Seni bagaimana bertutur kata yang baik…mencari kata-kata yang tidak menyakiti orang tua.
Seni bagaimana membuat orang tua selalu tersenyum bahkan kalau bisa tertawa riang gembira.
Seni bagaimana menahan rasa ingin makanan dan minuman yang tersedia karena dikira orang tua juga menginginkannya.
Seni bagaimana berusaha mencari makanan dan minuman yang diinginkan oleh orang tua, meskipun terkadang harus kepanasan, kehujanan.
Seni bagaimana lebih mendahulukan mereka dibandingkan anak dan istri tanpa menelantarkan anak dan istri.
Seni bagaimana menjaga perasaan orang tua.
Seni bagaimana bersikap tawadhu’ di depan orang tua.
Seni ketika menafkahi orang tua, bagaimana kita harus lebih beriman kepada janji Allah Ta’ala dalam hal memberikan nafkah, meskipun terkadang kita dalam keadaan sulit dan kepepet.
Seni bagaimana agar orang tua tidak malu menerima pemberian kita, anaknya.
Dari sinilah akhirnya, semoga kita lebih memahami:
1- Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh seseorang lebih mendahulukan berbakti kepada orang tuanya dibandingkan berjihad ( sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari)
عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ ( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ ).
Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata; “Pernah seseorang mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu ia minta izin untuk berjihad, Lalu Beliau bertanya: “Apakah kedua orang tua masih hidup?” Orang itu menjawab:”Iya”. Beliau bersabda: “Berjihadlah dalam mengurus keduanya.” HR. Bukahri.
2- Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang untuk tetap diam bersama ibunya, karena pada kedua kaki ibunya terdapat surga.
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ، أَنَّ جَاهِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنِّي أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ فَجِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ. قَالَ: «أَلَكَ وَالِدَةٌ؟» قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «اذْهَبْ فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ عِنْدَ رِجْلَيْهَا» هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ.
Artinya: “Mu’awiyah bin Jahimah meriwayatkan bahwa Jhimah radhiyallahu ‘anhu pernah mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata: “Sungguh aku ingin berperang, dan aku datang meminta petunjuk kepada engkau?”, beliau bersabda: “Apakah kamu memiliki ibu?”, ia menjawab: “Iya”, beliau bersabda: “Pergilah dan tinggallah bersamanya, karena sesungguhnya surga pada kedua kakinya.” HR. Al Hakim, beliau berkata: “Hadits ini adalah yang shahih sanadnya dan belum disebutkan oleh kedua imam (Yaitu Imam Bukhari dan Muslim).
3- Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang pemuda yang telah membuat ibunya menangis untuk kembali membuatnya tertawa.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ ( أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي جِئْتُ أُرِيدُ الْجِهَادَ مَعَكَ أَبْتَغِي وَجْهَ اللَّهِ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَقَدْ أَتَيْتُ وَإِنَّ وَالِدَيَّ لَيَبْكِيَانِ قَالَ فَارْجِعْ إِلَيْهِمَا فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا ).
Artinya: “Abdullah bin ‘Amr berkata: “Seseorang pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku datang ingin berjihad bersama, aku berharap wajah Allah dan kehidupan ahirat, dan aku telah datang dalam keadaan kedua orang tuaku benar-benar menangis?”, beliau menjawab: “Kalau begitu, kembalilah kepada keduanya, buatlah mereka berdua tertawa sebagaimana kamu telah membuat mereka berdua menangis.” HR. Ibnu Majah, Abu Daud dan An Nasai.
Sobat …
Sungguh pemandangan yang terindah, yang sangat sulit dilupakan bagi seorang anak shalih. semoga Allah Ta’ala membantu kita mewujudkannya. Allahumma amin.
Alloh yang Maha Bijaksana telah mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Bahkan perintah untuk berbuat baik kepada orang tua dalam Al Qur’an digandengkan dengan perintah untuk bertauhid sebagaimana firman-Nya, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (Al Isro’: 23)
Arti Penting dan Kedudukan Berbakti Pada Orang Tua
Berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu amal sholih yang mulia bahkan disebutkan berkali-kali dalam Al Quran tentang keutamaan berbakti pada orang tua. Alloh Ta’ala berfirman: “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (An Nisa: 36). Di dalam ayat ini perintah berbakti kepada dua orang tua disandingkan dengan amal yang paling utama yaitu tauhid, maka ini menunjukkan bahwa amal ini pun sangat utama di sisi Alloh ‘Azza wa Jalla. Begitu besarnya martabat mereka dipandang dari kacamata syari’at. Nabi mengutamakan bakti mereka atas jihad fi sabilillah, Ibnu Mas’ud berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rosululloh, ‘Amalan apakah yang paling dicintai Alloh?’ Beliau menjawab, ‘mendirikan sholat pada waktunya,’ Aku bertanya kembali, ‘Kemudian apa?’ Jawab Beliau, ‘berbakti kepada orang tua,’ lanjut Beliau. Aku bertanya lagi, ‘Kemudian?’ Beliau menjawab, ‘Jihad di jalan Alloh.’” (HR. Al Bukhori no. 5970). Demikian agungnya kedudukan berbakti pada orang tua, bahkan di atas jihad fi sabililllah, padahal jihad memiliki keutamaan yang sangat besar pula.
Ancaman Durhaka Kepada Orang Tua
Wahai saudaraku, Rosululloh menghubungkan kedurhakaan kepada kedua orang tua dengan berbuat syirik kepada Alloh. Dalam hadits Abi Bakrah, beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar ?” para sahabat menjawab, “Tentu.” Nabi bersabda, “(Yaitu) berbuat syirik, duraka kepada kedua orang tua.” (HR. Al Bukhori)
Membuat menangis orang tua juga terhitung sebagaa perbuatan durhaka, tangisan mereka berarti terkoyaknya hati, oleh polah tingkah sang anak. Ibnu ‘Umar menegaskan:“Tangisan kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang besar.” (HR. Bukhari, Adabul Mufrod hlm 31. Lihat Silsilah Al Ahaadits Ash Shohihah karya Al Imam Al Albani, 2.898)
Alloh pun menegaskan dalam surat Al Isro’ bahwa perkataan “uh” atau “ah” terhadap orang tua saja dilarang apalagi yang lebih dari itu. Dalam ayat itu pula dijelaskan perintah untuk berbuat baik pada orang tua.
Sekarang kita ketahui bersama apa arti penting dan keutamaan berbakti pada orang tua. Kita ingat kembali, betapa sering kita membuat marah dan menangisnya orang tua? Betapa sering kita tidak melaksanakan perintahnya? Memang tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Alloh, akan tetapi bagaimana sikap kita dalam menolak itupun harus dengan cara yang baik tidak serampangan. Bersegeralah kita meminta maaf pada keduanya, ridho Alloh tergantung pada ridho kedua orangtua.
(Disadur dari majalah As Sunnah Edisi 11/VII/1425 H/2005)
http://wolusongo.wordpress.com/nasehat/agama-adalah-nasihat-1-3/hikmah-dan-nasehat-mulia/